Judul ini mirip dengan judul Blog bukan? Tapi jangan salah paham Gan, kalau Petir dalam judul Blog ini adalah Petir nama sebuah kecamatan tempat saya tinggal. Nah, kalau Petir dalam judul postingan ini adalah petir yang ada sebagai fenomena alam, seperti yang sering kita saksikan saat akan atau terjadi hujan.
Sebelumnya, petir dipahami sebagai lompatan bunga api raksasa antara dua
massa dengan medan listrik berbeda. Tapi fisikawan AS menunjukkan medan
listrik dalam teori petir yang ada sekarang tidak bisa membesar hingga
cukup untuk menghasilkan halilintar.
Legenda Yunani kuno, menyebutkan konon bumi ini dikuasai sejumlah dewa,
di antaranya adalah Zeus, Dewa Petir. Ia bisa menghukum siapa saja
dengan petir yang bisa dilecut dari tangannya. Tiada ampun bagi
korbannya. Begitulah legenda. Namun lepas dari semua itu, kasus orang
tersambar petir ternyata masih terjadi pada masa sekarang ini, bahkan
ada yang mengalaminya beberapa kali. Padahal sudah lebih dari empat abad
Benjamin Franklin menaklukkan petir dengan layang-layang yang
digantungi kunci.
Sebelumnya, petir dipahami sebagai lompatan bunga api raksasa antara
dua massa dengan medan listrik berbeda. Tapi fisikawan AS menunjukkan
medan listrik dalam teori petir yang ada sekarang tidak bisa membesar
hingga cukup untuk menghasilkan halilintar.
Seperti diketahui, selama ini petir dipahami sebagai lompatan bunga
api raksasa antara dua massa dengan medan listrik berbeda. Prinsip
dasarnya kira-kira sama dengan lompatan api pada busi. Di alam sekitar
kita, petir biasa terjadi pada awan yang tengah membesar menuju awan
badai. Begitu besarnya sampai-sampai ketika petir itu melesat, tubuh
awan akan terang dibuatnya. Dan, sebagai akibat udara yang terbelah,
sambarannya yang rata-rata memiliki kecepatan 150.000 km/detik itu juga
akan menimbulkan bunyi yang menggelegar bunyi yang biasa disebut:
geluduk, guntur, atau halilintar. Dalam musim penghujan seperti saat
inilah awan-awan jenis ini banyak terbentuk.
Saat akumulasi muatan listrik dalam awan tersebut telah membesar dan
stabil, lompatan listrik (eletric discharge) yang terjadi pun akan
merambah massa bermedan listrik lainnya, dalam hal ini adalah bumi.
Penghubung yang ‘digemari’, merujuk Hukum Faraday, tak lain adalah
bangunan, pohon, atau tiang-tiang metal berujung lancip.
Memang belum ada ilmuwan yang pernah mendalami betul bagaimana
terjadinya fenomena alam ini. Namun, mereka menduga hingga lompatan
bunga api listriknya sendiri terjadi, ada beberapa tahapan yang biasanya
dilalui. Pertama, pemampatan muatan listrik pada awan bersangkutan.
Umumnya, akan menumpuk di bagian paling atas awan adalah listrik muatan
negatif; di bagian tengah adalah listrik bermuatan positif; di bagian
dasar adalah muatan negatif yang berbaur dengan muatan positif. Pada
bagian bawah inilah petir biasa berlontaran.
Besar medan listrik minimal yang memungkinkan terpicunya petir ini
adalah sekitar 1.000.000 volt per meter. Bayangkan betapa mengerikannya
jika lompatan bunga api ini mengenai tubuh makhluk hidup!
Akibat kondisi tertentu, bumi yang cenderung menjadi peredam listrik statis, bisa pula ikut berinteraksi. Hal ini dimungkinkan jika pada suatu luasan tertentu terjadi pengonsentrasian listrik bermuatan positif. Apakah itu di bawah bangunan atau pohon. Ketika beda muatan antara dasar awan dengan ujung bangunan/pohon sudah mencapai batas tertentu, akan menjadi suatu kejadian lumrah jika kemudian terjadi perpindahan listrik. Maka secara fisik kita akan melihatnya sebagai petir menyambar bangunan atau pohon. Muatan yang begitu besar selanjutnya akan segera menyebar ke seluruh bagian bangunan/pohon, untuk kemudian menjalar ke tanah dan ternetralisasi pada kedalaman yang mengandung air tanah.
Kondisi seperti itu sudah pasti amat berbahaya bagi orang-orang yang
ada di sekitarnya. Jika sambarannya tak terlampau kuat, korbannya paling
hanya mengalami cidera dan/atau shock. Namun jika serangannya kuat,
korbannya akan tewas seketika karena selain terbakar ia akan menjadi
‘penghantar’ listrik yang besarnya mencapai ribuan volt.
Kemajuan teknologi sebenarnya telah memungkinkan cara-cara pengendalian arus listrik yang begitu besar dari langit itu. Yakni, dengan penangkal petir di mana arus listrik yang begitu besar ditangkap sebuah atau sejumlah pucuk tembaga runcing lalu dialirkan lewat ‘jalan tol’ berupa kawat tembaga yang terpasang di sisi bangunan dan langsung dibawa menuju air tanah.
Menurut penelitian, daerah serbuan petir sendiri tak selamanya
merupakan daerah yang dinaungi awan-awan besar. Sejumlah kasus
menunjukkan bahwa suatu daerah pernah mendapat sambaran petir hebat
meski langit di atasnya bersih dari awan. Contoh paling ekstrem yang
pernah dicatat terjadi di Hereford, Inggris. Suatu ketika sebuah petir
kuat menyerbu sebuah gedung setelah petir ini menempuh perjalanan
sekitar lima mil dari ‘pusatnya’. Dari kejauhan sejumlah saksi
melihatnya sebagai pemandangan yang begitu indah sekaligus mengerikan.
(Handbook of Unusual Natural Phenomena, 1986).
Belum lama ini teori petir tersebut mendapat sangkalan. Menurut
laporan website majalah Nature tanggal 17 November lalu, maket yang
dibentuk oleh seorang fisikawan Amerika menunjukkan, bahwa medan listrik
dalam teori petir yang ada sekarang tidak bisa membesar hingga cukup
untuk menghasilkan halilintar, teori tradisional yang berhubungan dengan
terjadinya petir dengan demikian dianggap teori yang keliru.
Hitungan yang dilakukan oleh Joseph Dwyer dari Institut Teknologi
Florida, AS, menunjukkan bahwa jika hanya tergantung pada medan listrik
dalam atmosfer, besarnya medan listrik tidak bisa mencukupi untuk
menimbulkan petir. Ia mengatakan, “Ini berarti bahwa (teori terkait)
harus dimulai dari awal.”
Dwyer terutama bekerja dalam bidang penelitian partikel energi tinggi
dalam ruang dimensi, namun setelah 2 tahun lalu ia pindah di Florida
Tengah sebagai salah satu kawasan di dunia yang paling mudah menimbulkan
petir, ia telah terbangkit minatnya atas laporan terhadap ledakan
sinar-X dan sinar gamma raksasa, yang berhubungan dengan petir.
Radiasi-radiasi energi tinggi ini biasanya hanya mudah dilihat di luar
lapisan udara, lagi pula ketika melewati lapisan atmosfer kecepatannya
menurun.
Sebagian besar ilmuwan percaya, bahwa saat setelah sebuah medan
listrik terbentuk di atmosfer, maka petir akan terjadi. Meskipun tidak
ada orang yang pernah melihat medan listrik ini, peneliti membayangkan
itu hanya dikarenakan mereka tidak melihat petir yang cukup kuat.
Ketika Dwyer membuat maket tentang faktor yang menghasilkan radiasi
energi tinggi dan melukiskan pembentukan medan listrik dalam cahaya
kilat, ia sangat terkejut. Ia mendapati pelepasan sinar gamma dan
sinar-X membuat medan listrik menyebar, mencegah medan listrik membesar
hingga cukup menimbulkan petir. “Ini mungkin adalah sebuah terobosan
teori yang penting,” ujar Martin Uman dari Universitas Florida yang
sedang menaruh perhatian meneliti petir. Ia telah memperlihatkan bahwa
dalam volume kecil dapat membentuk seberapa besar takaran sinar-X dan
sinar gamma.
Dalam ledakan petir, ketika arus udara naik dengan arus udara turun
mendorong molekul air saling membentur menimbulkan menghasilkan elektron
yang mengakibatkan medan listrik bertambah besar. Elektron-elektron ini
pada akhirnya bisa mengatasi hambatan yang timbul pada waktu menembus
udara, sekaligus dapat menambah kecepatan, dan beberapa elektron
kecepatannya mendekati kecepatan cahaya. Menurut maket Dwyer,
elektron-elektron berkecepatan tinggi ini saling berbenturan dengan
partikel lainnya, saat sebelum terjadi ledakan sinar gamma atau sinar-X
yang menyebabkan pelepasan energi dari medan listrik, dapat menembak
jatuh lebih banyak elektron, sehingga dengan demikian menurunkan muatan
listrik. Dwyer berpendapat, “Bahwa ini benar-benar adalah sebuah batas
dasar yang berhubungan dengan tekanan listrik yang bisa bereksis
seberapa besar dalam medan listrik.” Dewasa ini, asal mula sesungguhnya
tentang petir tetap merupakan sebuah misteri.
Kenapa Petir Melengkung ?
Tahukah anda, mengapa Pelangi melengkung ?
Kenapa tidak bulat / persegi atau yang lainnya ?
Kenapa tidak bulat / persegi atau yang lainnya ?
Pelangi yang indah di langit sedang memanjakan mata kita. Di langit
yang masih sejuk akibat tetesan hujan, sungguh sangat membuai hati kita
menjadi damai. Tapi pernahkah anda berpikir mengapa pelangi yang indah
itu melengkung ?
Kenapa tidak bulat/lurus/persegi dll ?
Kenapa tidak bulat/lurus/persegi dll ?
Pertama-tama titik-titik hujan membiaskan cahaya tampak dan membuat
cahaya putih tersebut terpisah menjadi tujuh warna penyusunnya. Merah,
jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu adalah warna-warna penyusun
warna putih.
Ternyata untuk melihat pelangi yang indah terdapat berbagai syarat.
Syarat pertama ialah kita harus membelakangi sumber cahaya saat melihat
pelangi. Dalam hal ini, sumber cahaya yang dimaksud ialah matahari.
Syarat kedua ini adalah penyebab mengapa pelangi melengkung yaitu kita
harus melihat pelangi dari sudut sekitar 40 derajat selain dari sudut
ini pelangi tidak akan terlihat dengan baik. Oleh karena itu, pelangi
terlihat melengkung di langit luas. Bayangkan dan anda akan mengerti…
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar, Perhatikan ketentuannya !