Mengevaluasi Timses Pilkades Mekar Baru Petir . Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Desa Mekar Baru Kecamatan Petir Kabupaten Serang baru saja digelar (8/12/2013) di Lapangan Kampung Cisema Desa Mekar Baru. Penyelenggaraan Pilkades ini berjalan dengan aman, lancar dan tertib.
Calon terpilih adalah calon nomor urut 2 berbendera coklat yaitu Asep Rupawan. Asep Rupawan merupakan ex calon pilkades 5 tahun yang lalu, yang saat itu ia menduduki peringkat kelima dari 5 kontestan. Asep gagal meraih suara terbanyak 5 tahun yang lalu karena dikalahkan oleh incumbent Soparosi Tobing.
Calon terpilih adalah calon nomor urut 2 berbendera coklat yaitu Asep Rupawan. Asep Rupawan merupakan ex calon pilkades 5 tahun yang lalu, yang saat itu ia menduduki peringkat kelima dari 5 kontestan. Asep gagal meraih suara terbanyak 5 tahun yang lalu karena dikalahkan oleh incumbent Soparosi Tobing.
Mengingat para calon kali ini semuanya ex calon pilkades 5 tahun yang lalu, kecuali Moh. Kosim, maka cukup menarik untuk diamati dan dianalisa kelemahan dan kelebihan semua calon dan timnya dari berbagai aspek. Menjadi suatu kebodohan apabila mereka tidak berpijak pada pengalaman yang lalu yang mengantarkan mereka gagal.
Sejatinya memilih pemimpin itu berdasarkan hati nurani atas dasar hasil penilaian terhadap semua figur calon yang berkompetisi, bukan atas dasar kekeluargaan, kekerabatan, rasa kasihan, money politic, intimidasi, sumbangan pamrih, dan sebagainya. Namun rasanya masih merupakan sesuatu yang langka di level mana pun “memilih dengan hati nurani” itu. Karena idealisme pemilih senantiasa tergoyahkan manakala terjadi pengkebiran demokrasi melalui berbagai cara. Manakala seorang calon kontestan melakukan pendekatan kepada calon pemilih, maka pada umumnya ia sedang memanipulasi rasa demokrasi konstituennya. Kebodohan dan kemiskinan masyarakat menjadi suatu keuntungan bagi mereka yang pandai memutar fakta. Kebodohan adalah asset, dan kemiskinan adalah peluang. Sehingga pemaparan visi dan misi para calon sebaik apa pun akan hilang dari ingatan masyarakat pemilih. Uniknya, kontestan sendiri tidak percaya diri dengan jargon yang ditawarkannya. Karena memang, visi, misi, janji dan jargon seringkali hanya merupakan pemanis bibir saja tanpa realisasi setelah menduduki jabatan. Dengan kondisi demikian, maka tidak aneh apabila pilkades akan menghasilkan Muhamad Ingkar menjadi Kepala Desa, ketimbang Si Amanah.
Kembali kepada analisa dan evaluasi pilkades Mekar Baru, Penulis mencoba merangkum semua yang teramati sejak berlangsungnya kampanye para calon sampai hari pencoblosan, sebagai berikut.
1. Tb. MUDZAKAR
Tb. Mudzakar, adalah ex calon pilkades 5 tahun yang lalu, sama halnya dengan Soparosi Tobing (incumbent), Mumu, dan Asep Rupawan. Saat itu Tb.Mudzakar termasuk kontestan yang menduduki perolehan suara kedua setelah calon terpilih Soparosi Tobing. Selisih suara antara keduanya sangatlah tipis, tidak sampai 60 suara. Semua orang mengira bahwa Tb. Mudzakarlah yang menang apabila tidak terjadi kecurangan. Indikasi kecurangan itu diduga adanya pemilih liar (orang yang didatangkan dari Jakarta) memilih dengan menggunakan surat panggilan orang yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Peringkat kedua pada pilkades yang lalu, bagi Mudzakar memang menjadi patokan. Bahwa Mudzakar sudah mempunyai masa pemilih yang baku. Boleh jadi kali ini hanya tinggal memoles sedikit dan memperkuat basis. Bagi Mudzakar agaknya tidak begitu menghawatirkan terhadap Asep Rupawan karena Asep kala itu berada di peringkat 5. Mudzakar rupanya mengira sebagian keluarga besar memihaknya, padahal keluarga dia adalah keluarga Asep juga. Karena sebenarnya antara Mudzakar dan Asep Rupawan masih bersaudara. Menganggap remeh Asep, tentu suatu kelengahan besar. Persepsi pihak Mudzakar terlalu berkutat pada ranah intern yang pernah disandang Asep. Asep dianggap masih mengandung beban berat dengan adiknya yang kurang disukai warga pada umumnya lantaran berkarakter galak. Sekali lagi meleset. Mudzakar kurang bisa membaca konspirasi politik yang ada, dan melupakan sisi psikis dari Tobing.
Menurut pengamatan Penulis, pada hari Sabtu siang, Mudzakar memang masih menduduki suara kans terbanyak, namun beda tipis dengan kans Asep. Tobing adalah berada di urutan ketiga. Namun Timses (tim sukses) Tobing pada hari Sabtu ba’da duhur mengklim bahwa Tobing berada di urutan kedua setelah Mudzakar. Ini kesalahan besar, prediksi timses tidak akurat. Mengapa? Karena mereka persisi mempunyai anggapan terhadap kekuatan Asep sama dengan Mudzakar, Asep tidak masuk perhitungan. Tentunya ini keuntungan bagi Asep.
Berangkat dari prediksi yang tidak akurat, maka timses Tobing menggempur basis masa Mudzakar habis-habisan dengan money politic, dengan harapan untuk menaikan rating ke peringkat pertama melewati mudzakar. Berhasil, bahkan sangat berhasil ! Setelah menggembosi suara Mudzakar dari Sabtu pagi sampai Minggu malam dan pagi, apakah Tobing merangkak ke posisi satu? Tidak, dia hanya pindah ke posisi dua, namun Aseplah yang pindah menggantikan posisi satu dengan aman. Suara Asep yang awalnya beda tipis dengan Mudzakar kini menjadi beda telak. Perjuangan Tim Tobing luar biasa, sehingga wajarlah akhirnya mendapatkan suara terbanyak kedua. Karena ketika Tobing masih menduduki posisi tiga (pada hari Sabtu siang) dia baru memiliki calon pemilih sekitar 250 suara. Dia berhasil menggempur basis Mudzakar sekitar 300 suara. Banyak pendukung berat Mudzakar dan basisnya dibom dengan fulus. Kesimpulan : Mudzakar kecolongan dan kebobolan karena masanya digempur Tobing.
2. ASEP RUPAWAN
Apakah Asep akan kalah jika masa Mudzakar tidak digempur Tobing? Ini memang sulit untuk dipastikan saat itu, karena menurut pengamatan Penulis keduanya masih beda tipis. Namun ingat, perjuangan mengoyak masa belum selesai. Oleh karena itu sampai malam Minggu dinihari (pukul 03.30) Penulis berkeyakinan Aseplah yang malah unggul. Jadi, terlepas ada gempuran ataupun tidak, Asep memang lagi ada hoki. Dasar pemikiran Penulis dalam memprediksi kondisi ini antara lain adalah : (1) jauh sebelum menghangat bursa calon pilkades, warga di tempat tinggal Penulis hampir sebagian antipati terhadap Asep Rupawan. Penilaian warga terhadap Asep masih belum bergeser sama seperti 5 tahun yang lalu, yakni terkendala karakter keluarga (adiknya). Namun sekitar 3 bulanan sebelum Panitia terbentuk, hasil pantauan Penulis menunjukkan adanya warga yang menoleh kepada Asep. Jatuhnya pilihan kepada Asep bukanlah pilihan alternative semata. Namun memang pilihan yang berdasar kelayakan dari keempat yang lainnya setelah terdeskriditkannya Tobing. Maaf, kondisi warga di lingkungan Penulis, bagi Penulis bisa dijadikan barometer untuk menggeneralisasi secara umum. Artinya, di tempat ini saja yang dulu 90% memilih Tobing dengan sejumlah distorsi yang dialamatkan ke Asep sekarang menyukai Asep, apalagi di tempat lain, (2) hasil pantauan secara mistik (jarak jauh, cukup menggunakan HP), itung-itungan untuk Asep selalu bagus (menggunakan alamat Bojongsoang), (3) untuk memperkuat dugaan secara umum tadi, Penulis mendatangi beberapa orang yang dianggap mengerti (kalangan intelek) di beberapa kampung, hasilnya secara gamblang ataupun tidak (diplomasi) selalu pilihan merujuk kepada Asep Rupawan, (4) tim sukses Asep bertambah pengalaman dengan berkaca pada pengalaman yang lalu.
3. SOPAROSI TOBING
Soparosi Tobing bukanlah orang Batak. Nama ini diberikan orang tuanya sebagai kenang-kenangan untuk sahabat Ayahnya asal Batak Soparosi Tobing yang begitu baik menurut Ayahnya. Soparosi Tobing adalah asli keturunan Nanggerang Petir, bersuku Sunda. Ia sebelum menjabat Kepala Desa termasuk pemuda potensial menurut penuturan banyak orang. Kesantunannya terhadap semua orang tidak pernah berubah walaupun sudah bersatus Kepala Desa. Berjiwa handap asor (rendah hati) dengan dasar agama yang cukup baik. Oleh karenanya ia pun seorang khatib jumat di kampungnya. Memiliki suara adzan yang merdu karena ia juga bisa ngaji qori. Itu saja sebenarnya modal yang dia miliki sehingga terpilih menjadi Kepala Desa 5 tahun yang lalu, karena mendapat dukungan kuat dari para tokoh agama setempat. Itu pun suaranya beda tipis dengan lawannya Mudzakar, yang konon katanya diwarnai dengan kecurangan.
Lalu, mengapa Tobing kalah? Jawabannya adalah : Begitu menjabat Kepala Desa Mekar Baru, Tobing mengalami dekadensi moral. Dunia hiburan yang identik dengan dunia hura-hura dan minuman, pernah dijamah secara massif. Beristeri dua, juga cukup memberikan dampak negative terhadap karirnya. Maka tidak heran apabila banyak hambatan-hambatan dalam melayani warga yang membutuhkan, dari KTP hingga masalah surat-menyurat (pengurusan sertifikat tanah, dsb. hingga akhir jabatannya banyak yang tidak tuntas). Sudah dapat ditebak bukan, bagaimana reaksi berikutnya para pendukung kuat yang notabene adalah tokoh agama ! Ditambah lagi kekecewaan warga atas pelayanannya yang buruk tersebut. Jika saja dia mau memberdayakan sekdes untuk membantunya, kami rasa pelayanan akan cukup baik dan lancar, sebab antara sekdes dan kades Mekar Baru telah terjalin chemistry yang pas. Ini berarti, masalahnya bukan di situ.
Ada pertanyaan, lha kok, sekarang dia masih menduduki posisi 2 pada pilkades kali ini? Jawabannya adalah : karena masih adanya dukungan keluarga dan suara masyarakat masih banyak yang masih bisa dibeli seburuk apa pun kualitas calon. Tim sukses dia lebih berpengalaman dalam strategi, seperti telah dikatakan di atas….
Demikian evaluasi dan analisa yang dapat Penulis uraikan berdasarkan interpretasi dari fenomena yang ada. Semoga ada manfaatnya. Yang jelas, siapa pun Kades Mekar Baru, mari kita dukung sepenuhnya demi kemajuan desa Mekar Baru.
Salam.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar, Perhatikan ketentuannya !