Namanya adalah Julaibib. Begitulah sahabat Rasulullah yang satu ini dipanggil. Walaupun memiliki rupa yang istilahnya ‘dibawah standar’, dan keadaan ekonominya yang fakir, tetapi memiliki tempat tersendiri di hati Rasulullah. Dengan keadaan Julaibib seperti ini. Dia kesulitan mendapatkan pendamping hidup. Setiap kali mengetuk pintu rumah di Madinah. Ucapan penolakan sudah tak asing lagi. Yaa, urusan menerima atau menolak lamaran memang hak masing masing. Tapi walau sekeras baja pun mental, atuh klo ditolak terus cii, cape dech. Lama-kelamaan, sahabat ini merasa jenuh juga. (maaf bahasa ungkapan penulis rada rada ngawur dan sedikit alay, jadi klo ada kata yang janggal mohon dimaafin). Akhirnya memutuskan untuk curhat kepada Rasulullah (hehe, zaman dulu belum ada curhat kali ya..). “Yaa Rasulullah, apa saya tidak berhak mendapatkan pendamping hidup layaknya orang lain?”
Setelah mendengar semua luapan unek-unek Julaibib, Rasulullah berkata:
“Pergilah ke rumah fulan, dan katakan; “Aku diutus Rasulullah untuk melamar anak anda untuk saya”.
“Pergilah ke rumah fulan, dan katakan; “Aku diutus Rasulullah untuk melamar anak anda untuk saya”.
Dengan hati berbunga dan penuh harapan, dengan hati dan muka riang, Julaibib bergegas pergi. Sesampainya di tujuan, Julaibib disambut oleh Bapak calonnya.
“Ada perlu apa kamu datang kesini yaa Julaibib?” Julaibib menjawab: “Aku diutus Rasulullah untuk melamar anak anda….”. Sampai di situ kata katanya terpotong oleh tuan rumah… “Ahlaaan, Ahlaaan, sungguh suatu kehormatan, tiada kehormatan yang melebihi Rasulullah…” “Tapi Pak, Rasulullah melamar anak bapak untuk saya”
Si bapak yang tadi sangat gembira, tiba tiba diam. (Duh, Julaibiib Julaibib, nasib ya..).
Istri tuan rumah datang. “Ada apa?” Katanya. “Ini Julaibib, diutus oleh Rasulullah untuk melamar anak kita” Jawab bapak. “Ahlaaan, Ahlaan, sungguh suatu kebahagiaan, sungguh suatu kehormatan…” Si Ibu sangat gembira. “Tapi bu, Rasulullah melamar anak kita untuk Julaibib”
“Ada perlu apa kamu datang kesini yaa Julaibib?” Julaibib menjawab: “Aku diutus Rasulullah untuk melamar anak anda….”. Sampai di situ kata katanya terpotong oleh tuan rumah… “Ahlaaan, Ahlaaan, sungguh suatu kehormatan, tiada kehormatan yang melebihi Rasulullah…” “Tapi Pak, Rasulullah melamar anak bapak untuk saya”
Si bapak yang tadi sangat gembira, tiba tiba diam. (Duh, Julaibiib Julaibib, nasib ya..).
Istri tuan rumah datang. “Ada apa?” Katanya. “Ini Julaibib, diutus oleh Rasulullah untuk melamar anak kita” Jawab bapak. “Ahlaaan, Ahlaan, sungguh suatu kebahagiaan, sungguh suatu kehormatan…” Si Ibu sangat gembira. “Tapi bu, Rasulullah melamar anak kita untuk Julaibib”
“Apa…” Si Ibu yang tadi sangat gembira jadi kayak kerupuk kena aer, lemes. (Duh, duuuh, kacian ya, Julaibib hehe). Mm.. rupanya putri mereka sejak awal mendengarkan dari balik tirai.
“Wahai Ibu, Bapak, ada apa dengan kalian. Apakah jika Allah dan RasulNya menetapkan suatu perkara, kalian akan memilih perkara yang lain?” Kedua orang tuanya diam. “Tidak takutkah kalian, jika saat ini Jibril manurunkan wahyu kepada Rasulullah, melaknat perbuatan kalian” Kontan Ibu dan bapaknya ketakutan.
“Katakan, aku menerima ketetapan Rasulullah”.
“Katakan, aku menerima ketetapan Rasulullah”.
Setelah itu dengan hati gembira, Julaibib menghadap Rasulullah dan menceritakan semua yang baru ia alami. Rasulullah tersenyum dan berkata. “Bersiap siaplah, pergi ke pasar, beli segala keperluan. Karena malam ini akan dilangsungkan pernikahanmu”. “Tapi Rasulullah, saya tidak punya apa apa” “Pergi ke Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan !”
Dari keduanya, Julaibib mendapatkan beberapa ratus dinar. Pergilah ia ke pasar.
Tapi ketika ia sedang asyik memilih barang barang keperluan. Terdengar seruan perang. Julaibib bingung. Menikah, atau ikut berjihad. Jika menikah, Rasulullah memang sudah memberikan izin kepadanya…
Tapi ketika ia sedang asyik memilih barang barang keperluan. Terdengar seruan perang. Julaibib bingung. Menikah, atau ikut berjihad. Jika menikah, Rasulullah memang sudah memberikan izin kepadanya…
Akhirnya Julaibib mengunakan uangnya untuk membeli peralatan perang, kuda dan pedang. Dia memilih berjihad!. Dengan menyamar, menggunakan tutup muka.
Usai perang, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya mengingat sahabat sahabatnya yang hilang. Masing masing menyebutkan sabahabat sahabat mereka yang syahid. Tapi tak ada satu pun yang mengingat Julaibib. Hanya Rasulullah. Beliau tahu, walaupun Julaibib sudah diberi rukhshah untuk tidak ikut ke medan perang. Tapi beliau sudah tahu karakter sahabat sahabatnya.
Usai perang, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya mengingat sahabat sahabatnya yang hilang. Masing masing menyebutkan sabahabat sahabat mereka yang syahid. Tapi tak ada satu pun yang mengingat Julaibib. Hanya Rasulullah. Beliau tahu, walaupun Julaibib sudah diberi rukhshah untuk tidak ikut ke medan perang. Tapi beliau sudah tahu karakter sahabat sahabatnya.
“Mana Julaibib? Cari dia!”
Akhirnya Julaibib ditemukan, di sekitarnya terkapar beberapa tentara kafir bergeletak. Rasulullah sendiri yang mengangkat mayat Julaibib dan meletakannya di liang lahat. Kemudian Rasulullah mendoakannya. Doa khusus bagi Julaibib. Ibnu Mash’ud mengungkapkan. “Sampai-sampai aku ingin menjadi mayat, sehingga didoakan khusus dan lama oleh Rasulullah” Rasulullah pun mendoakan putri keluarga calon yang tadinya akan dinikahi oleh Julaibib. “Ya Allah jadikanlah rezekinya seperli limpahan air, dan jangan berikan kesulitan dalam hidupnya”. Doa Rasulullah terkabul. Wanita itu menjadi orang kaya dan berkecukupan di Madinah.
Sumber : website tetangga Kubang Apu Serang
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar, Perhatikan ketentuannya !