Tegur Sapa di Sudut Hotel Jayakarta . Saya pernah membaca tulisan orang, entah di mana saya lupa. Tulisan itu berbunyi : Kalau Anda ingin hidupnya unik, maka hiduplah melawan arus. Saya masih ingat betul bahwa si penulis adalah orang yang sering menulis artikel tentang kritik sosial. Sehingga begitu mudah rasanya saya menangkap makna yang terkandung pada kata unik dan melawan arus dalam tulisan itu. Dari kontek salah satu artikelnya tentang korupsi, yang dirangkai dengan apik dan inspiratif, saya berani taroh ini adalah benar, bahwa makna melawan arus di sana adalah suatu kondisi di mana seseorang yang berada dalam situasi koruptif namun ia sendiri menolak korupsi.
Membaca ungkapan itu mengingatkan saya pada percakapan singkat antara saya dan beliau, sebuta saja UN. Percakapan singkat itu terjadi di sudut hotel dekat mulut pintu keluar menuju tangga lantai 2 Hotel Jayakarta di Anyer Serang Banten. UN mantan pejabat yang familiar, terutama kepada guru yang pernah dikenalnya. Dia mantan seorang Kepala Bidang (Kabid) TK/SD di sebuah Dinas Pendidikan Kota yang mengundurkan diri. Di tengah-tengah orang banyak yang saling mengejar posisi kursi empuk, malah ia mundur. Ia memang meraih jabatan bukan dengan cara membayar “WANI PIRO”. Ia meraihnya karena kelayakan dan prestasi. Selain keyakinan saya sendiri yang sudah mengenal siapa dia, informasi karir dia ini saya dapat dari mantan bawahannya yang saya kenal baik.
Sebelumnya ia adalah guru, kepala sekolah, lalu menjadi pengawas. Rasanya tidak ada guru di Banten yang rajin diklat, tidak mengenalnya. Sebab dia selama jadi pengawas TK/SD selalu malang-melintang di berbagai kegiatan pembinaan bidang pendidikan dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat nasional.
Saya agak terkejut ketika berpapasan dengannya di sudut hotel itu. Saya menunda diri untuk naik ke lantai 2, dan ia pun terhenti menyapa lebih dahulu. Biasa, ucapan yang pertama keluar dari mulutnya “kumaha damang?” khas basa-basi orang tatar Sunda yang artinya “bagaimana, sehat?” Alhamdulillah, Pak, itu jawabku. Dengan memberanikan diri dan bersikap lugu, lalu saya sengaja bertanya. “Kenapa Bapak keluar dari Kabid, padahal para guru menilai pas jika Bapak yang jadi Kabid?” Oh, nggak, saya merasa jadi Pengawas lebih nyaman dan aman, katanya. Berdiplomasi dengannya tidak usah pake cingcong, langsung nyambung. Ketika saya pancing dengan ungkapan : “Saya yakin Bapak memang masih menggunakan hati nurani” Sepontan ia jawab : “Ya, begitulah”.
Ada perbedaan antara Anda dan saya dalam memahami kontek yang sedang dibicarakan. Saya dapat menebak dan memahami beliau keluar dari jabatan, karena saya sedikitnya sudah mengenal akuntabilitas beliau. Sedangkan Anda akan memahami secuil ungkapan di atas itu artinya apa, pastinya dari konteks keindonesiaan yang terdera korupsi. Saya tidak akan menyuguhkan ke hadapan Anda tentang detil-detil yang terkandung dalam ungkapan tadi, karena Anda sudah cerdas memahami itu. Yang paling penting adalah kata aman dan nyaman tersebut.
Pengawas dan menjadi Widyaiswara menurut UN adalah zona aman yang berada di lingkungan nyaman. UN mampu berpikir kritis secara Zoom In. Berpikir kritis pada diri sendiri jauh lebih memberikan manfaat daripada hanya mengkritisi orang lain. Berpikir kritis bukan berarti melulu menyalahkan orang lain yang salah, tapi juga mampu menerima yang benar dan kemudian mampu melakukannya. UN pasti tahu, bahwa selama ini pendidikan kita tidak mempersiapkan siswanya agar mampu berpikir kritis sejak awal. Dan ia beralasan, itu butuh waktu untuk merubahnya dan ia siap melantangkan itu di zona aman. Akan tetapi berpikir kritis untuk diri sendiri sangatlah mendesak untuk dilakukan, karena hidup pada dasarnya sekelebat kilat. Kini menjadi pejabat, besok mungkin sudah jadi penghuni liang lahat. Korupsi adalah penghianat besar, keluar dari sifat amanah dan dosa besar. Tidak mungkin orang yang mampu kritis menghidupi keluarga dari penghasilan haram. Itulah zona aman, aman di dunia, aman di akhirat diyakininya. Jabatan kabid rawan korupsi.
Bebasnya praktek kolusi, korupsi dan nepotisme di suatu instansi pemerintah, jelas tergantung nahkodanya. Kalau sang nahkoda rakus, mempertebal isi pundi-pundi yang selalu menjadi target, maka sudah jelas anak buahnya pun menjadi bagian dari jejaringnya. Siapa mengabdi, dia akan dipuji. Siapa menyangkal, dia akan mental. Terjadilah kecemburuan sosial antara si basah dan si kering. Saling sikut untuk berebut jabatan menjadi lumrah, dengan berbagai cara. Di sinilah, ketidaknyamanan terjadi bagi orang yang ingin berjalan di rel yang lurus. Taat berarti laknat, menentang berarti nerajang karang, yang pada waktunya akan tertendang. Bekerja, jauh dari rasa nyaman dan menyenangkan.
Lantas, mengapa dikatakan unik jika seseorang melawan arus? Ungkapan itu luar biasa sekali bukan? Secara tersirat kata unik ini menyimpan makna yang memberikan kesimpulan bahwa budaya korupsi di setiap instansi pemerintah sudah kronis. Sehingga jika ada segelintir orang yang tidak ikut di dalamnya menjadi suatu kekecualian dan unik. Mengapa unik? Adalah unik jika di zaman sekarang masih ada manusia menolak banyak uang dan siap miskin terus, hidup apa adanya, jadi pejabat tapi mobilnya jelek tidak ganti-ganti, berlaku jujur dan adil, dan lain sebagainya karena ia tidak suka makan uang haram. Lebih hebat lagi ia siap menanggung konsekwensi jabatannya dipreteli oleh atasannya yang korup. Orang yang bersih dan menolak bersengkokol untuk masuk lingkaran syetan, lazimnya dianggap berbahaya buat keselamatan mereka. Lebih konyol lagi, kok, pejabat ada juga yang tidak paham arti loyal. Anak buah yang tidak manut untuk ikut berbohong dianggap tidak loyal. Maka jangan heran pula apabila banyak orang di bawahnya akhirnya menjilat, carmuk dan mendeskriditkan teman sejawatnya.
Korupsi di mana-mana memang mesti berjamaah. Maka para jamaah harus wajib dalam satu suara, satu tujuan dan satu bahasa, yaitu korupsi. Jejaring inilah yang dikenal dengan istilah lingkaran syetan. Sehingga ketika seseorang di antara team work menolak untuk korupsi, maka ia tinggal menunggu waktu untuk mental. Karena oleh mereka, orang yang seperti itu dianggap manusia. Manusia tidak boleh masuk ke dunia syetan membawa ayat-ayat panas.
Kondisi melawan arus pada tatanan yang digambarkan di atas, ternyata belum menjadikan sesuatu yang menakutkan bagi beberapa orang di jajaran birokrat. Namun sayang, kebanyakan dari mereka ini, mengambil opsi yang terakhir yakni selemah-lemahnya iman. Daripada ia harus menyaksikan kebatilan di depan mata, ia lebih memilih diam, ikut melindungi, bahkan keluar dari lingkaran dengan konsekwensi kehilangan jabatan yang dibanggakannya. Lingkaran syetan yang dihadapi terlalu panjang dan besar dengan pemimpinnya Ratu Syetan, membuat ia tidak berdaya. Ternyata, berbuat baik pun mesti berjamaah, karena lingkaran syetan harus dilawan dengan lingkaran manusia. Masih adakah manusia di luar sana yang bisa merapatkan diri menyusun lingkaran manusia? Kalau jawabannya masih ADA, maka gugurlah pepatah “Kalau Anda ingin hidupnya unik, maka bersikaplah melawan arus”.
Justru manusia di luar sana berlomba-lomba juga untuk mendapatkan jabatan yang sama. Ungkapan kerja di tempat basah makin menjadi khayalan mereka saat ini. Bahkan banyak orang tua yang merasa bangga bila mendengar anaknya bekerja di tempat basah, tanpa mau mengerti apa artinya basah. Tak heran kalau mereka juga dikatakan salah didik. Menjadi intelektual tapi miskin iman, rakus, dan sekuler. Mereka mengabaikan halal dan haram yang penting hidup senang dengan pundi-pundi yang terus meroket. Sekulerisme menjadi tatanan kehidupan baru di tengah-tengah jerit tangis rakyat miskin. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, karena kesempatannya digerogoti tikus-tikus liar. Mereka yang sebenarnya menjadi musuh rakyat, dalam kehidupan sosial di masyarakat sangat dihormati dan disegani. Bahkan masyarakat mampu dikibuli dengan jiwa dermawannya, sehingga ketika BPK, Kajari, Kajati dan KPK menyapanya, masyarakat pun dikerahkan untuk membaca surat Yasin untuk mendatangkan keajaiban. Sungguh tidak tahu malu, Al-qur’an dijadikan senjata dalam melindungi kemaksiatan dirinya.
Renungan pagi, 6 Februari 2014.
Mantab mas..
BalasHapusSemoga segelintir teladan dapat merubah sejuta komunitas yang dari menit ke menit sadar akan kelalaiannya terhadap hukum Allah, amiin.
Hapussaya sangat suka... gaya bahanya mudah dipahami dan mengalir seiring dengan alur ceritanya...
BalasHapusmantab sekali juragan....
JM Bondowoso
Makasih-makasih, makasih....Kang JM ternyata sudi singgah di blog ini dan membacanya. Saya senang Kang !! Hehehe....
Hapus