MENCABUT AKAR KORUPSI - Petir Fenomenal
Headlines News :
Home » » MENCABUT AKAR KORUPSI

MENCABUT AKAR KORUPSI

Ditulis Oleh Joy Johari pada Kamis, 26 Juli 2012 | 22.48


Tikus Negara Pemelarat Rakyat
Korupsi dan pungli terjadi di mana-mana, di setiap instansi. Masyarakat menjadi obyek bisnis mereka karena mereka mengembangkan mindset bahwa mereka bekerja perlu dibayar oleh yang membutuhkan. Mereka tidak berpikir bahwa semua yang dikerjakannya adalah tugas dan tugas yang dilakukan itu sudah digaji oleh pemerintah. Mereka digaji pemerintah untuk melayani masyarakat, baik masyarkat umum ataupun masyarakat PNS (sesama PNS). Praktek pungli dan atau korupsi ini terjadi di setiap daerah. Hampir semua pejabat bermental tikus dan rakus.
Salah satu contoh instansi yang selalu melakukan pungli adalah dinas pendidikan baik tingkat kecamatan maupun kabupaten/kota. Contohnya : setiap guru/pegawai yang akan mutasi di minta uang administrasi sampai jutaan (saat ini mencapai 3 jutaan), guru yang SK golongannya terbit harus memberikan uang transport/tanda terima kasih alakadarnya, setiap guru yang ngamprah bank diminta uang administrasi (tanda tangan kepala dinas kecamatan, kabupaten/kota, dan jubar) tidak kurang dari 500 ribu bahkan sampai 1 juta. Persisnya, setiap praktek melayani kepentingan guru mesti ada uang tanda terima kasih. Belum lagi ditambah jika ada proyek, sipenerima wajib memberikan sekian % dari nilai proyek yang dianggarkan. Praktek pungli (pemberian upeti) proyek ini terjadi di semua instansi, apapun nama proyeknya (Pengantar by : Petir Fenomenal). Coba kalau setiap menteri melakukan gebrakan seperti Sri Mulyani, indah rasanya Indonesia ini. Silahkan baca apa yang pernah dilakukan Sri Mulyani berikut ini.

Genderang perang melawan korupsi di lingkungan Ditjen Perbendaharaan telah ditabuh. Tidak tanggung-tanggung. Genderang perang itu ditabuh oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indarwati, saat meresmikan 18 KPPN Percontohan, 30 Juli dua tahun lalu.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa munculnya ide mendirikan KPPN Percontohan ini adalah berawal dari rasa keprihatinan adanya praktek pungli yang sangat meresahkan di KPPN-KPPN pada waktu itu. Untuk menghilangkannya, diperlukan keberanian. Upaya memotong generasi dan mengubah mindset pegawai dilakukan, apapun resiko yang akan ditanggung. Pembatasan umur pegawai yang berhak mengkuti seleksi adalah upaya memotong generasi itu. Selanjutnya, mindset pun dibentuk. Dibuatkan Standard Operating Procedure sebagai acuan kerja. Dan hasilnya, cerita pungli seperti terjadi di masa lalu, kini tidak ada lagi. Tidak terdengar lagi, bukan karena ditutup-tutupi, tetapi memang benar-benar tidak terjadi lagi.
Upaya-upaya mencabut akar korupsi di Ditjen Perbendaharaan terus berjalan tanpa henti. Setiap ada pegawai yang dipromosikan menduduki jabatan esselon baru, selalu diadakan pembekalan. Gerakan mengubah mindset para pejabat. Reformasi birokrasi itu bukan sekedar berganti baju. Tetapi mengubah mindset. Inilah cara melawan korupsi ala Dirjen Perbendaharaan, Herry Purnomo. Mencabut sampai akar-akarnya, biar tidak bisa tumbuh lagi.
Disamping itu, upaya mencegah korupsi dan terapi mental para pegawai juga dilakukan. Pada saat Dirjen Perbendaharaan mendapati kasus korupsi, suap atau sebangsanya, langsung dilakukan shock terapy bagi pegawai yang lain. Sanksi Berat telah dikeluarkan, meski pegawai yang melakukan itu bukan di KPPN Percontohan.
Kasus yang terjadi di sebuah KPPN (Non Percontohan) yang pegawainya bukan hasil seleksi, menjadi contoh. Tidak ada toleransi bagi mereka yang menerima ’amplop’. Tidak ada permakluman karena bukan KPPN Percontohan, meski sebenarnya Dirjen Perbendaharaan bisa saja beralasan mereka belum menjadi objek reformasi. Artinya, para pegawai memang belum ‘diganti’ kepalanya. Jadi kalau masih mau menerima uang tanda terima kasih adalah wajar. Tetapi, sanksi tetap dijatuhkan. Dari pelaksana hingga kepala kantornya. Tidak ada toleransi. Hati tidak bergetar yang kemudian mengajak kakinya surut ke belakang mendengar tangisan mereka yang terkena sanksi. Yang ada di benak Dirjen Perbendaharaan hanya satu suap dan korupsi, sekecil apapun, harus hilang dari Ditjen Perbendaharaan. Ini tidak main-main. Bukan upaya pencitraan di media massa, karena bukan itu sasarannya, dan memang tidak ada media massa yang meliput gerakan reformasi di Ditjen Perbendaharaan. But, beurocratic reform must go on.
Dalam setiap kesempatan, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Herry Purnomo, berpesan, ”Katakan no, ketika atasan meminta uang setoran.” Begitu juga pesan Sesditjen, K. A. Badaruddin. Pembekalan ini dilakukan agar mindset Anda-anda ini berubah. Kami pimpinan di sini, Pak Dirjen, saya dan juga pimpinan yang lain tidak ingin ada kasus pegawai Ditjen Perbendaharaan menerima amplop.
Mengomentari reformasi birokrasi di Ditjen Perbendaharaan,  Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indarwati berpesan, ”Jaga sistem yang sudah baik ini. Jangan sampai nila setitik rusak susu sebelanga.”
Jadi, adakah yang lebih serius dan masif gerakannya dalam memberantas korupsi dari ini? Masih adakah pegawai yang berani menerima atau mencari-cari amplop? Pasti akan segera dicabut, sampai ke akarnya!!
Oleh : Bambang Kismanto – Perbendaharaan Media Center/Bagian Pengembangan Pegawai
Share this article :

Diposting Oleh : Joy Johari ~ http://petir-fenomenal.blogspot.com/

Artikel MENCABUT AKAR KORUPSI ini diposting oleh Joy Johari pada hari Kamis, 26 Juli 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat Anda sampaikan melalui kotak komentar. Semoga Artikel MENCABUT AKAR KORUPSI ini bermanfaat.

Silahkan Klik Untuk Memasang Widget Ini!

http://petir-fenomenal.blogspot.com/p/pesan-kalakat-dimsum-serang.html
Banner santri

HIKMAH

Artikel Paling Sering Dibaca Pengunjung

Recommended Post Slide Out For Blogger

Total Tayangan Halaman

Komentar Teranyar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Petir Fenomenal - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Redesign by Petir Fenomenal