Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari . Ada sebuah anékdot lawas yang sering digunakan sebagai sindiran satir berbunyi: “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Anda sudah familiar kan dengan kalimat tersebut? Saya yakin demikian. Entah siapa sebenarnya sang pemilik hak paten kalimat tersebut, yang jelas kalimat tersebut cukup populér di kalangan akademik maupun nonakademik. Nah, kalau boleh bertanya, apa sih penafsiran Anda tentang kalimat tersebut? (Jawab di kolom komen, ya!). Saya rasa peribahasa tersebut di zaman sekarang sudah tidak relevan lagi. Sebab murid zaman sekarang sudah jauh lebih kritis, sehingga apabila ada “Guru Kencing Berdiri, maka murid bertanya, mengapa sambil berdiri?”
Di sini saya ingin menukil kalimat tersebut sebagai senjata untuk menguak makna dari sisi yang berbeda. Maksudnya adalah, mencoba memainkan logika berpikir kritis terkait kalimat di atas. Begini, ada persepsi umum di kalangan siswa maupun guru itu sendiri bahwa seorang guru pasti lebih pintar dari pada siswanya. Bahwa siswa selalu pada posisi inferior dibandingkan gurunya. Dan guru umumnya selalu memosisikan diri sebagai seorang superior. Terbukti, sangat jarang guru yang mau mengakui dirinya sebagai guru “bodoh”. Walaupun aslinya memang bodoh (hehe…). Kenapa demikian? Jawabannya sangat simpel. “Kalau gurunya ‘bodoh’ , apalagi siswanya?” memakai manalogi guru kencing berdiri)
Nah, sekarang mari kita letakkan pada konteks asal bahwa (katanya) guru selalu lebih pintar dari pada siswanya. STOP!! Jangan teruskan membaca!!!....(baca sekali lagi kalimat yang ditebalkan, dan renungkan!)
Hasilnya adalah bohong besar kalau guru selalu lebih pintar dari pada siswanya. Yang ada justru siswa selalu lebih pintar dari pada gurunya. Ini jika kita membenarkan kalimat “Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari”.
Logikanya, jika Guru kencing berdiri, murid kencing berlari sama saja artinya siswa lebih canggih dari pada gurunya. Lho! Kok bisa? Ya jelas lah, kan kencing berlari lebih hebat dan lebih “keren” dari pada kencing cuma berdiri. Jadi, memang benar kan bahwa siswa sebenarnya selalu lebih pintar daripada gurunya.
* * * * * * * * * * *
Mohon maaf jika Anda merasa kurang nyaman membaca posting kali ini yang sarat dengan istilah-istilah kamar kecil. Ini disengaja karena memang saya tidak sanggup merubah redaksi kalimat tersebut menjadi lebih halus/sopan. Jika pun dipaksakan, misalnya: “Guru pipis berdiri, murid pipis berlari” atau “Guru buang air kecil berdiri, murid buang air kecil berlari” maka maknanya pun tidak lagi sedahsyat jika tetap menggunakan redaksi aslinya. Jadi sekali lagi mohon maaf dan mohon maklum. Dan mohon Anda pun tetap tumaninah berpantasi pada guru yang laki-laki !. * * *
Namun sejatinya, ada pesan moral yang tetap ingin saya sampaikan pada kesempatan ini. Khususnya kepada rekan-rekan guru, umumnya kepada seluruh orang tua. Bahwa sudah bukan zamannya lagi guru harus merasa lebih pandai dari pada siswa. Sehingga tidak layak lagi guru menganggap dirinya sebagai superior dan maha tahu. Setidaknya ada dua alasan untuk mengatakan demikian. Pertama: era keterbukaan informasi saat ini membuka peluang besar bagi siswa untuk mengakses ilmu/informasi tidak hanya dari sekolah, melainkan dari berbagai media informasi yang ada. Kedua: sejatinya, guru hanya bisa dianggap pandai pada satu sisi saja (misalnya bidang studi yang dia ajarkan) tapi pada sisi yang lain bisa jadi statusnya masih sama dengan siswanya bahkan mungkin lebih rendah. Sedangkan, sangat sering saya temukan siswa yang kurang pandai dalam hal pelajaran namun sangat pandai dalam hal yang lain, misalnya olahraga, musik, teknik, dll.
Jadi, sebagai guru mari kita gali potensi tersembunyi dari anak-anak kita dan kita kawal perkembangannya hingga mereka bisa bangga menjadi dirinya sendiri.
sumber contekan (sebenarnya bukan nyontek sih, cuma ikut menyebarkan gitu lho ! :
http://www.geschool.net/arisbudiasono (blog portal)
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar, Perhatikan ketentuannya !