Gang Dolly Masih Milik Manusia, Bukan Syetan

Gang Dolly Masih Milik Manusia, Bukan Syetan . Setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan di akhirat nanti atas apa yang dipimpinnya. Pemimpin negeri tugasnya bukan hanya memberi makan kenyang (kesejahteraan) sandang, pangan dan papan saja untuk rakyatnya, namun termasuk moralnya, agar menjadi manusia yang bermartabat dan bahagia sejahtera dunia akhirat. Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya menyadari sekali hal itu. Oleh karena itu, beliau menutup total Gang Dolly sebagai tempat kegiatan bisnis lendir terbesar se-Asia Tenggara. 

PSK Gang Dolly. (Gbr. merdeka.om)

Namun kebijakan mulia dari Tri Rismaharini, tak pelak mendapat perlawanan dari penghuni Gang Dolly dan masyarakat sekitar Gang Dolly. Tentu saja reaksi tersebut membuat semua orang yang masih mempunyai seuil iman sekalipun, beristigfar. Bagaimana tidak, karena mereka sungguh sudah tidak takut dengan Allah. Dengan terbuka dan tanpa malu-malu lagi para PSK dan masyarakat melakukan unjuk rasa menolak penutupan sumber rejeki haramnya.

Saya sangat salut dan angkat topi terhadap Ibu Tri Rismaharini yang telah berani dan tegas melawan kemungkaran yang sudah merajalela yang seakan-akan sebelumnya tidak mungkin untuk ditutup. Di sini, pentingnya kita menjadi penguasa, agar dapat merubah keadaan menjadi lebih baik. Revolusi mental. Mungkin kata “lebih baik” tidak atau belum bisa diterima oleh yang berkepentingan dengan Dolly, karena mereka beralasan bahwa Dolly adalah tempat mencari penghidupan. Karenanya apabila Gang Dolly ditutup maka mereka akan mengalami kemiskinan karena sulitnya mencari napkah. Betulkah hanya Dolly di kolong langit ini yang bisa menghidupi saudara-saudara kita di sana? Dan apakah saudara-saudara kita yang menjadi PSK dan pedagang di Dolly benar-benar hatinya sudah tertutup? Saya yakin tidak, reaksi sementara ini mudah-mudah hanya karena napas-napas syetan saja yang masih menghembus kuat di telinga mereka. Saya yakin bersama berjalannya waktu dan do’a dari kita semua, saudara-saudara kita di sana akan sadar dan akhirnya Allah mengangkat derajat dan martabat mereka bertingkat-tingkat jauh lebih baik dan mulia.

Lanjutkan Bu Tri Rismaharini, mereka adalah manusia bukan syetan. Maka manusiakan mereka. Tegakkan kebenaran (keadilan) itu walaupun langit harus runtuh, “Fiat Justitia Ruat caelum.” Mereka tidak akan dapat menanggung dosa Ibu di akhirat nanti apabila Ibu tidak tegas sebagai pemimpin. Tidak ada kata arogan dalam memerangi kemaksiatan dan kemungkaran, asal lakukan dengan memanusiakan manusia.

Selanjutnya kuncinya hanya satu, polisi mesti tegas. Penguasa di kepolisian harus berhenti dari beking-membeking bisnis lendir ini. Tidak ada lagi upeti menggiurkan diterima oleh polisi.

Di pagi hari ini, saya mulai mendoakan semoga Surabaya bersih dari praktek prostitusi dan menjadi kota terhormat di Indonesia, dan Bung Tomo berhenti menangis.