Pengobatan Alternatif yang Sarat dengan Kebohongan

Pengobatan Alternatif yang Sarat dengan Kebohongan . Pembaca yang bijaksana, saya punya pengalaman khusus tentang pengobatan ala seorang ustadz (ngakunya ustadz) tapi entahlah. Memang mungkin dia ustadz, hanya belum mempunyai ilmu yang mumpuni dan keikhlasan dalam beribadah. Namun saya tidak akan mengekspos secara khusus apa yang menjadi pengalaman saya itu. Saya akan berbagi pengalaman tersebut diangkat secara umum saja dengan tujuan agar semua orang tahu.

Di antara pembaca tulisan ini mungkin ada yang langsung mengatakan: “Hari gini, masih percaya yang begituan”. Maaf, pembaca, percaya hal-hal goib itu wajib. Syetan itu ada, iblis itu ada, roh jahat itu ada, teluh itu juga ada. Termasuk adanya ilmu sihir dan sejenisnya juga bagi saya adalah hal yang saya percayai. Yang jelas, apabila keluarga kita ada yang terkena penyakit dengan indikasi dijahili orang atau diteluh dlsb. sebaiknya jangan dibawa ke dokter. Percuma, tidak akan sembuh. Teluh harus dilawan dengan ahli pengobatannya (bisa dukun, kyai atau ahli hikmah). Namun, ternyata tidak selamanya orang yang memiliki ilmu mengobati penyakit secara alternative, melakukannya dengan ikhlas dan benar.

Banyak yang memanfaatkan pengobatannya untuk bisnis semata. Artinya, praktek pengobatannya banyak cara untuk mengeruk banyak uang, padahal bohong. Bohong dalam arti dia melakukan itu sebenarnya tidak perlu. Misal, yang pernah saya alami adalah : kita diminta mahar 1 juta atau 500 ribu, kita diminta uang untuk beli kambing hakikah (walaupun pasien sudah berhakikah), kita diminta beras sekian karung untuk disedekahkan (sedekahnya dibawa dia), dan sebagainya. Itu semua saya yakin adalah memanfaatkan, mending-mending kalau penyakitnya sembuh.

Praktek yang lebih bohong yang penting saya ungkapkan adalah praktek pengobatan dengan media telur. Walaupun ada juga yang menggunakan media telur dengan sebenarnya, namun perlu dicurigai apabila menemukan pengobatan yang terkesan janggal. Contohnya, di daerah Pandeglang Banten, ada seorang ustadz yang dalam pengobatannya selalu mendeteksi penyakit pasien dengan media telur ayam kampung. Setiap kali meriksa pasien baru ataupun lama selalu menggosok-gosokkan telur ke sekujur tubuh pasien. Dan setiap kali melakukan, telur itu selalu ada isinya. Macam-macamlah isinya, dari masing-masing telur ada yang  isinya paku, silet, segimbal rambut, akar, kecoa, dan lain sebagainya. Saya tegaskan, itu tidak ada hubungannya dengan penyakit pasien. Itu cuma akal-akalan si dukun melalui keahliannya menyihir telur. Tujuannya, mungkin saja agar kita yakin dan percaya bahwa dia hebat, sehingga kita mau saja diminta wejani dalam bentuk seperti disebutkan di atas. Menurut saya ini tidak patut dilakukan hanya karena unsur usaha/bisnis dengan jalan menyesatkan umat. Padahal dia mengaku punya pondok pesantren dan santrinya. Yang bikin saya bosan waktu itu adalah menyebut-nyebut ayat Alqur’an sebagai dasar pengobatannya.

Gambar di bawah ini adalah contoh isi telur yang sempat saya foto.

Telur berisi beberapa helai rambut dan paku karat

Telur berisi segumpal rambut

Satu lagi berdasarkan pengalaman tadi adalah : pada rangkaian pengobatan terakhir biasanya dilakukan pembersihan/sterilisasi tempat tidur pasien di rumahnya. Jika di bawah kasur tempat tidur pasien ditemukan uang, maka wajib ditebus dengan mahar uang 1000 kali lipat. Ditemukan uang 5.000 berarti harus ditebus dengan uang 5 juta, 10.000 ditebus 10 juta, dst. Uang tersebut diberikan kepada dukun tersebut. Memang nampaknya praktek yang ini pilih-pilih orang, kalau orangnya diperkirakan mampu, selalu ditemukan uang di bawah kasur dan harus ditebus. Kalau orangnya (pasien) tidak mampu biasanya tidaka ada uang di bawah kasur. Bagaimana uang itu ada di bawah kasur? Tentu saja dia yang meletakkannya secara mistik.

Kalau ada pembaca yang bertanya, apa perlunya ditulis di sini? Jawaban saya adalah agar orang lain tidak terjebak pada pengobatan yang sama seperti tadi pada dukun yang sama/serupa. Siapa tahu pembaca akan mengalaminya atau mengetahuinya namun tak menyadarinya lalu menginformasikan kepada tetangga atau orang lain yang terkena sakit. Jika pembaca juga bertanya, mengapa saya waktu itu tidak menyangkal? Ya, itulah terjebak dan saya kurang biasa menjatuhkan orang di depan orang banyak. Jalan terbaik bagi saya adalah melarang keluarga melanjutkan pengobatan. Sebab toh, dua kali terapi dengan segala macam sarat sudah dipenuhi, namun penyakit tak kunjung sembuh sedikit pun.

Wallahua’lam.