Tanya:
Di banyak lembaga pendidikan Islam, pelajaran Tauhid merupakan materi
wajib. Padahal banyak kalangan awam yang tidak begitu mengenal, bahkan
tidak pernah mempelajari, materi Ilmu Tauhid, Pertanyaan kami:
- Apa sebenarnya manfaat belajar Ilmu Tauhid? Kenapa sebagian kalangan fuqaha’, sufi, dan lainnya, melarang umat Islam mempelajari Ilmu Kalam?
- Apakah Ilmu Tauhid pernah disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW.?
- Apakah keimanan seseorang dianggap sah meskipun tidak pernah belajar ilmu tauhid?
Muhammad Misbah - Kuala Tungkal, Jambi
Jawab:
1. Manfaat mempelajari Ilmu Tauhid adalah agar seseorang, terutama
kalangan cendekiawan, mampu mengetahui dan menghayati kebenaran ajaran
Islam secara lebih mantap dan meyakinkan. Karena pengetahuannya
diperoleh, selain melalui penalaran aqliyah dengan argumentasi rasional
sesuai metode berfikir, juga secara naqliyah berupa dalil-dalil al-Quran
dan hadits sebagai dasar argumentasinya.
Kalangan fuqaha’, sufi, dan lainnya, sebenarnya tidak melarang
pembelajaran Ilmu Tauhid. Sebab, masing-masing pihak sebenarnya
sama-sama ingin menguak kebenaran Islam dari sudut pandang dan ruang
lingkup permasalahan yang berbeda, sesuai dengan ajaran dan tuntutan
Islam yang beraneka ragam pula. Hal ini seirama dengan beragamnya
status, peran, dan fungsi manusia sesuai situasi, kondisi, dan keadaan
yang berbeda-beda pula.
Oleh karena itu, jika ada pelarangan semacam itu, maka selain hanya
bersifat subjektif belaka dari ulama bersangkutan, hal itu juga tidak
bisa digeneralisir secara menyeluruh. Hal ini mengingat, bahwa ternyata
banyak sekali ulama terkemuka yang justru “doble status”, seperti Hujjat
al-Islam Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111M.) yang dikenal sebagai sufi
sekaligus teolog. Bahkan sebelumnya, Imam Abu Hanifah selaku Imam
Madzhab, membagi ilmu fiqh menjadi dua; Fiqh al-Akbar, yakni yang
membahas masalah keyakinan dan pokok-pokok agama atau Ushuluddin (yang
kemudian dikenal dengan Ilmu Tauhid); dan Fiqh al-Asghar, yang membahas
hal-hal yang berkaitan dengan muamalah yang dikategorikan hanya sebagai
furu’ atau bagian dari Ushuluddin. Demikian halnya dengan Ibnu Arabi
(560-638 H.) yang hidup di bagian barat Negeri Islam, Spanyol. Selain
dikenal sebagai tokoh sufi dengan ajaran wahdatul wujudnya, Ibnu Arabi
juga tokoh fiqh yang pendapat-pendapatnya masih terus dipelajari oleh
umat Islam di berbagai belahan dunia hingga sekarang.
2. Ilmu Tauhid merupakan bagian dari ilmu agama secara keseluruhan;
aqidah dan syari’ah; muamalah dan akhlaq. Secara spesifik, Nabi SAW.
memang tidak mengajarkan (Ilmu Tauhid. Red) secara tersendiri, apalagi
dengan memakai nama Ilmu Tauhid. Karena itu, nama Ilmu Tauhid baru
dikenal beberapa abad sesudahnya. Sebagai sentral solusi bagi pemecahan
berbagai problematika umat, maka Nabi SAW. telah mengajarkan seluruh
ajaran agama Islam, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan.
Hal ini terekam dalam kitab-kitab hadis, seperti kitab-kitab hadis
shahih karya al-Bukhari dan Muslim, yang memuatnya dalam bab khusus,
Kitab al-Iman.
3. Imam seseorang tetap sah dan benar, meskipun dia tidak pernah
belajar Ilmu Tauhid. Ukuran keabsahan iman tidak terletak pada
pembelajaran bidang ilmu tertentu, melainkan pada keyakinan yang
sebenar-benarnya terhadap 6 rukun iman; yaitu 1) Percaya dengan adanya
Allah Swt. sebagai satusatunya dzat yang dipertuhankan, wajib disembah,
dan patut dimintai pertolongan; 2) percaya dengan adanya malaikat-Nya;
3) Kitab-kitab suci-Nya; 4) para Rasul-Nya; 5) keberadan kiamat; dan 6)
ketentuan takdir, baik ataupun buruk. (Uraian lengkapnya dapat dilihat
dalam al-Wafi karya Musthafa Dibb al-Bugha dan Muhyiddin Mitsu, hal.12).
Dijawab oleh: Prof. Dr. H. M. Djamaluddin Miri, M.A (Mudir Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng)
Sumber: www.tebuireng.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar, mohon jangan mencantumkan link live atau spam ! Berkomentarlah dengan bahasa yang santun !