Fungsi Partai Politik . Pada umumnya, para ilmuwan politik biasa menggambarkan adanya empat fungsi partai politik. Keempat ungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana : (i) komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization), (iii) rekrutmen politik political recruitment), dan (iv) pengatur konflik (conflict management). Dalam istilah Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup fungsi (i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns), (iii) sarana rekrutmen politik, dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.
Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya. Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau political interest yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi, dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan, sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.
Gambar hanya ilustrasi |
Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik itu juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization), ide, visi, dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan feedback berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partailah yang menjadi struktur antara atau intermediate structure yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga Negara.
Misalnya, dalam rangka keperluan untuk memasyarakatkan kesadaran Negara berkonstitusi, partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggung jawab ekslusif untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk di dalam jabatan-jabatan public, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif, mempunyai tanggung jawab yang sama untuk itu. Namun yang hendak ditekankan di sini adalah bahwa peranan partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangatlah besar.
Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekrutmen politik (political recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin Negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara tidak langsung lainnya. Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawainegerian dan lain-lain yang tidak bersifat politik (political appointment), tidak boleh melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dank arena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula ((political appointment). Untuk menghindari terjadi pencampuradukkan, perlu dimengerti benar perbedaan antara jabatan-jabatan yang bersifat teknis administrative dan profesional. Di lingkungan kementerian, hanya ada satu pejabat saja yang bersifat politik, yaitu menteri, sedangkan para pembantu menteri di lingkungan instansi yang dipimpinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.
Jabatan dibedakan antara jabatan Negara dan jabatan pegawai negeri. Pejabat yang menduduki jabatan Negara disebut sebagai pejabat Negara. Seharusnya supaya sederhana, yang menduduki sebagai pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam jabatan negeri atau jabatan pegawai negeri, khususnya pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua jenis jabatan, yaitu jabatan structural dan jabatan fungsional. Jenjang jabatan itu masing-masing telah ditentukan dengan sangat jelas hierarkinya dalam rangka penjenjangan karir. Misalnya, jenjang jabata struktural tersusun mulai dari eselon 4, 3, 2 sampai ke eselon 1. Untuk jabatan fungsional, jenjang jabatannya ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan di masing-masing unit kerja. Misalnya, untuk dosen di perguruan tinggi yang paling tinggi adalah guru besar. Jenjang di bawahnya adalah guru besar madya, lektor kepala, lektor kepala madya, lektor, lektor madya, lektor muda, asisten ahli, asisten ahli madya, dan asisten. Di bidang-bidang lain, baik jenjang maupun nomenklatur yang dipakai berbeda-beda tergantung bidang pekerjaannya.
Untuk pengisian jabatan atau rekrutmen pejabat Negara/kenegaraan, baik langsung atau pun tidak langsung, partai politik dapat berperan. Dalam hal inilah, fungsi partai politik dalam rangka rekrutmen politik (political recruitment) dianggap penting. Adapun, untuk pengisian jabatan negeri seperti disebut di atas, sudah seharusnya dilarang untuk terlibat dan melibatkan diri.
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program dan alternatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain.
Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict management), partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui kelembagaan politik partai. Oleh karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.
Sumber :
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi
Halaman 286-289. Sinar Grafika, 2012
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar, mohon jangan mencantumkan link live atau spam ! Berkomentarlah dengan bahasa yang santun !