Allah Menjamin Rezeki Setiap Hamba-Nya . Allah; Zat yang Maha peka terhadap segala kebutuhan, lintasan hati, harapan, dan keinginan hamba-hamba-Nya. Tidak ada yang luput dalam perhitungan Allah. Pasti, Allah telah mengetahui semuanya. Hanya kepada Allahlah bertumpu segala harapan.
Allah; Zat yang Mahapeka terhadap segala kebutuhan, lintasan hati, harapan, dan keinginan hamba-hamba-Nya. Tidak ada yang luput dalam perhitungan Allah. Pasti, Allah telah mengetahui semuanya. Hanya kepada Allahlah bertumpu segala harapan, tempat bagi kita untuk menyempurnakan segala nikmat, menghapuskan seluruh dosa, dan menyembunyikan setiap aib.
Saudaraku, coba kita pikirkan dan merenung; hanya Allahlah, satu-satunya Zat yang menciptakan lambung. Maka itu, Allah sangat mengetahui kebutuhan lambung kita; kapan lapar (membutuhkan makanan). Dialah Allah yang menciptakan rasa lelah, sehingga kita harus istirahat. Maka itu, Allah menganugerahkan rasa kantuk kepada kita. Subhanallah.
Dialah Allah yang menciptakan tubuh kita mengeluarkan keringat dan bau-bauan, sehingga kita membutuhkan mandi. Ini berarti, kita membutuhkan rezeki air. Rasanya, kalau kita tidak berkeringat dan bersih terus, kita tidak akan butuh air untuk mandi.
Dialah Allah yang menciptakan suhu yang dingin sehingga kita membutuhkan rezeki berupa baju penghangat. Dialah Allah yang menciptakan hujan deras dan teriknya matahari sehingga kita membutuhkan rezeki berupa rumah untuk berteduh. Di dalam rumah kita bisa aman dari terpaan panas dan cengkeraman dingin.
Renungkanlah, hanya Allah yang menciptakan manusia dan paling mengetahui semua kebutuhan kita. Oleh sebab itu pula, hanya Allahlah satu-satunya Zat yang mampu mencukupi kebutuhan kita, karena Dialah yang tahu persis semua kebutuhan itu, lebih dari kita sendiri. Hanya Allah jugalah yang membuka segala jalan hingga rezeki itu sampai kepada kita.
Sedangkan rezeki yang lebih mahal dari semua itu adalah rezeki berupa "makanan" untuk rohani kita. Tidak cukup kita punya sandang, pangan, dan papan kalau hati kita tidak tenteram. Tidak cukup kita punya rumah mewah kalau hati ini tidak tenang. Kita butuh rezeki untuk kalbu kita. Kita butuh karunia Allah yang membuat kita bisa menikmati episode apa pun yang terjadi dalam hidup ini. Kita butuh hidayah dan petunjuk jalan, agar jelas tujuan hidup ini.
Pernahkan terpikir oleh kita, jangan-jangan, kita melangkah setiap hari, tetapi tidak tahu tujuan hidup kita. Sungguh disayangkan. Kita telah hidup sekian lama, akan tetapi kita tidak mengerti apa yang kita jalani selama ini. Lucu, bukan?
Oleh sebab itu, kita butuh pembeda (furqan), antara hak dan batil. Kita butuh taufik yang membuat kita bersemangat dalam beribadah, dan ikhlas dalam beramal. Kita butuh hikmah sehingga tersingkap rahasia di balik setiap kejadian yang ada. Kita butuh ketenteraman dari hiruk-pikuk, dari terjadi atau tidak terjadi, atau dari ada dan tiada. Kita butuh rezeki untuk memahami aneka kejadian yang terjadi. Apakah itu? Rezeki berupa mantapnya keyakinan kepada Allah, supaya kita sadar bahwa semua ini milik Allah, bukan milik kita.
Sungguh, kita butuh rezeki berupa keyakinan seperti ini. Mengapa? Kalau kita sudah merasa dunia ini milik kita, kita akan banyak takut kehilangan. Kalau kita merasa dunia ini milik seseorang, kita jadi takut tidak kebagian. Kita butuh keyakinan bahwa segalanya milik Allah.
Semua ini lebih tinggi dari rezeki lahiriah. Apa artinya makanan enak kalau hati enek (mual)? Apa artinya memiliki rumah yang luas, tapi hatinya sempit? Apa artinya diberi uang yang banyak tapi kalbunya miskin? Apa artinya diberi penampilan yang indah tapi hatinya busuk? Kita membutuhkan kedua-duanya. Lalu, siapa yang mampu memenuhi semua kebutuhan kita ini, selain Allah? Tidak ada, bukan?
Anehnya, saat masyarakat kita masih banyak berada di bawah garis kemiskinan, orang lebih sibuk menjadi pelit, dan sulit bersedekah. Padahal, sungguh Allah akan membagikan rezeki kepada siapa pun yang Dia kehendaki, tanpa batas. Artinya, kalau kita butuh rezeki, mintalah kepada Allah. Lihatlah bayi, ketika rasa lapar menghampirinya, ia menangis, dan mendapat rezeki berupa air susu ibu (ASI).
Lain halnya ketika ia beranjak besar dan menjadi anak-anak, "Mama, lapar!."
"Ambil sendiri!" kata Ibunya.
Lho, kok sekarang tidak mempan lagi dengan rengekan, dan tangisan lagi seperti dulu? Mengapa? Allah sudah memberinya ilmu, usia, kekuatan, dan pengalaman supaya dia bertemu dengan jatah rezekinya. Pasti, semua makhluk yang Allah ciptakan sudah memiliki rezeki masing-masing.
Ah, Sahabat! Lihat saja rezeki seekor anak burung elang. Pagi-pagi, ibunya terbang mencari makanan untuk dia dan anak-anaknya. Dengan ketajaman sorot matanya, sebentar saja terbang, sekelebat kemudian menukik, ia menyergap seekor ulat di dahan pohon. Kemudian, ia kembali terbang menuju sarang, menemui anaknya yang memang belum bisa terbang. Maka, bertemulah si anak elang ini dengan rezekinya berupa seekor ulat.
Contoh lainnya, jika kita mengamati rezeki semut. Silakan sembunyikan sepotong kue di dalam laci terkunci, yang tidak diketahui oleh ayah, ibu, dan adik. Jangan kaget kalau tiba-tiba semut mengerumuni kue itu. Mengapa semut bisa tahu letak kue itu? Allahlah yang memberi tahu, melalui syaraf penciumannya yang memang begitu tajam.
Dikisahkan, pada suatu ketika ada seorang ulama sufi yang ingin membuktikan, "Benar tidak sih Allah itu Maha Menjamin Rezeki dan Maha Mencukupi segala kebutuhan?"
Dialah Allah… Tuhan Yang Menjamin rezeki semua hamba-Nya.
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا
“Tiada yang melata di muka bumi melainkan Allah telah menanggung rezekinya.” (QS Hud 11:6).
Seorang sufi pernah membaca ayat ini. Ia begitu yakin bahwa Allah Swt menjamin rezeki seluruh hamba-Nya. Namun dalam hati sang sufi amat besar keinginan untuk membuktikan hal tersebut. Pergilah ia ke sebuah bukit. Di atas bukit sana terdapat gua. Sang sufi berniat untuk uzlah mengisolir diri dari dunia lain demi membuktikan kebenaran ayat di atas. Dalam gua tersebut, si sufi duduk bersila. Ia bernazar tidak akan membuka mata seraya melihat. Tidak membuka mulut seraya berbicara, dan tidak bergerak sedikit pun hingga REZEKI DATANG LANGSUNG KE MULUTNYA.
Maka duduklah sang sufi di dalam gua gelap tersebut.
Selang beberapa lama, hujan deras turun. Beberapa orang dari sebuah kafilah turut menepi untuk berteduh sejenak dalam gua yang sama. Saat salah seorang dari mereka menyalakan api untuk masuk di dalam gua, didapatinya ada seorang manusia yang sedang duduk dalam kegelapan.
Maka melihat ada orang di dalam gua, si pembawa obor pun mengucapkan salam kepadanya. Namun tidak ada balasan. Si pembawa obor mencoba memanggil beberapa rekannya. Maka begitu mereka mendapati ada orang di dalam gua yang terdiam diri tanpa membalas salam. Beberapa di antara mereka mencoba menepuk-nepuk punggung dan pundak sang sufi seraya berharap ada respon yang keluar dari dirinya. Rupanya sang sufi hanya diam tak bergeming. Salah seorang dari kafilah tersebut berujar, “Mungkin dia sudah terlalu lama tidak mendapat makan. Hingga, untuk membalas salam dan memberi respon saja dia sudah tidak sanggup!” Rekan sejawatnya pun berpikiran sama. Sehingga salah satu dari mereka berinisiatif untuk mengambil perbekalan makan mereka dan diberikan kepada sang sufi.
Sang sufi masih terdiam, memejamkan mata, membisu dan tiada bergerak. Saat seorang dari kafilah membawakan makanan, sang sufi pun masih terdiam. Subhanallah, beberapa orang di antara kafilah merebahkan tubuh sang sufi. Bahkan seorang di antara mereka sudah bersiap-siap memasukkan sepotong roti dan segelas air untuk diberikan kepada si manusia dalam gua. Begitu makanan sudah masuk dalam rongga mulut. Maka terbitlah senyum yang cerah di wajah sang sufi kemudian ia berteriak, “SUBHANALLAH WAL HAMDULILLAH!”
Kontan rombongan kafilah menjadi kaget keheranan. Mereka bertanya, “Saudara…, saat kami memberi salam mengapa tidak kau jawab? Saat kami menepuk punggung dan pundakmu, mengapa kau tak meresponnya? Dan lalu kenapa begitu kami memberimu makan, kamu langsung tersenyum sambil bertasbih dan bertahmid? Kami mengira tadinya kamu sakit?”
Sang sufi pun bercerita, bahwa ia melakukan itu semua hanya karena ingin membuktikan kebenaran bahwa Allah Swt sungguh menjamin rezeki seluruh hamba-Nya. Subhanallah!
Saudaraku, betapa sering kita merasa galau, risau, panik dalam urusan kehidupan ini. Mengenai rezeki, masa depan dan kejayaan hidup. Janganlah pernah Anda merasa bahwa Allah menyia-nyiakan hidup kita dan tak menjaminnya. Asalkan Anda menjadi hamba-Nya, maka Dia akan terus menjamin penghidupan Anda!
Referensi : http://kolom.abatasa.co.id dan http://tabungwakaf.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda semoga bermanfaat. Silahkan tinggalkan komentar, mohon jangan mencantumkan link live atau spam ! Berkomentarlah dengan bahasa yang santun !